Tudingan negatif terhadap kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten dalam memangkas alokasi anggaran belanja modal pada APBD Perubahan Tahun Anggaran 2023 terus bermunculan.
Sebelumnya, Muhammad Nizar, anggota Komisi IV DPRD Provinsi Banten dari Fraksi Gerindra, mengkritik kebijakan pemangkasan anggaran tersebut dengan menyatakan bahwa perencanaan anggaran oleh Pemprov Banten kurang baik.
Terbaru, Deputi Direktur PATTIRO Banten, Amin Rohani, juga mengungkapkan pandangannya. Menurut Amin, kebijakan pemangkasan alokasi anggaran belanja modal ini menunjukkan bahwa Pemprov Banten belum sepenuhnya fokus pada kepentingan masyarakat.
“Akan lebih baik jika pemerintah menaruh kepentingan masyarakat atau publik di atas kepentingan pemerintah itu sendiri,” tuturnya kepada BANPOS.
Amin mengungkapkan, seharusnya Pemprov Banten mengambil kebijakan untuk meningkatkan jumlah porsi anggaran belanja modal, bukan sebaliknya. Alasannya, belanja modal merupakan jenis pengeluaran yang manfaatnya bisa langsung dirasakan oleh masyarakat, berbeda dengan belanja operasional.
“Belanja modal harusnya lebih besar dibanding belanja operasional, karena belanja modal yang akan disalurkan untuk urusan-urusan yang berkaitan langsung dengan kepentingan pembangunan masyarakat,” jelasnya.
Masih banyak persoalan yang dihadapi oleh masyarakat yang seharusnya menjadi fokus Pemprov Banten, misalnya, perbaikan kualitas pendidikan yang belum merata di seluruh Provinsi Banten.
“Masih ada ketimpangan dalam pendidikan, distribusi Sekolah Menengah Atas (SMA) juga belum merata,” ungkapnya.
Permasalahan di sektor kesehatan seperti stunting dan kematian ibu dan anak juga perlu mendapatkan perhatian dari Pemprov Banten.
“Angka stunting masih di kisaran 20 persen, begitu juga dengan angka kematian ibu dan bayi yang masih cukup tinggi,” tambahnya.
Oleh karena itu, menurut Amin, tidak tepat jika Pemprov Banten memutuskan untuk memangkas alokasi anggaran belanja modal yang sejatinya diperuntukkan untuk kepentingan masyarakat.
“Ini adalah kebijakan yang salah,” tegasnya. Ia berpendapat, yang seharusnya dipangkas bukanlah belanja modal melainkan tunjangan pegawai pemerintah yang dialokasikan dalam belanja operasional.
“Belanja operasional Pemprov Banten bisa ditekan melalui pemangkasan tunjangan kinerja yang menurut mayoritas masyarakat masih terlalu tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya,” pungkasnya.
Sebelumnya, Partai Gerindra, Muhammad Nizar menilai bahwa perencanaan Pemprov Banten terkait anggaran 2023 tidak matang, terutama dalam menetapkan target SiLPA di APBD Murni 2023 yang terlalu tinggi.
Menurutnya, target SiLPA yang terlalu tinggi ini berdampak pada rencana pembiayaan belanja daerah di RAPBD Perubahan tahun ini. “Hal ini membuktikan adanya kesalahan perencanaan dalam penganggaran 2023. Karena SiLPA yang dipasang terlalu besar, mengakibatkan kekurangan anggaran,” kata Nizar kepada BANPOS pada Selasa (19/9).
Dengan angka target SiLPA di tahun 2023 mencapai Rp615 miliar, namun hanya mampu merealisasikan sekitar Rp400 miliar, menurutnya ini menunjukkan adanya kekurangan perencanaan dari Pemprov Banten.
“SiLPA yang dipasang di 2023 Rp615 miliar, sementara yang tercapai hanya sekitar Rp400 miliar lebih. Hampir Rp200 miliar SiLPA yang tidak tercapai,” tuturnya.
Ia juga menanyakan alasan Pemprov Banten menetapkan target SiLPA yang tinggi di APBD Murni Tahun Anggaran 2023, dan menduga mungkin ada rencana tertentu di balik ini.
“Target SiLPA yang tinggi ini seharusnya tidak dijadikan patokan. Kalau begini, seperti SiLPA yang direncanakan,” ujarnya. Oleh sebab itu, ia mengkritik keras kebijakan tersebut dan menegaskan bahwa perencanaan Pemprov Banten buruk. “Ini menunjukkan buruknya perencanaan. Bagaimana bisa berani menetapkan SiLPA yang begitu besar,” tegasnya.
Sumber : Banpos, 21 September 2023
No comment yet, add your voice below!