Pattiro Banten meminta pemerintah untuk berani mengalokasikan anggaran lebih banyak, untuk menyelesaikan persoalan sekolah rusak. Dengan demikian, persoalan sekolah rusak dapat menjadi prioritas, dan mendapatkan porsi tersendiri dalam perencanaan anggaran.
Hal tersebut disampaikan oleh Koordinator Program Sekolah Aman Pattiro Banten, Amin Rohani. Ia mengatakan, pemerintah di Provinsi Banten memang telah mengalokasikan anggaran pendidikan sesuai dengan aturan, yakni 20 persen.
“Namun untuk alokasi anggaran untuk rehabilitasi sekolah rusak atau ruang kelas rusak itu sangat kecil. Padahal di Provinsi Banten, persoalan sekolah rusak sangat banyak,” kata Amin, Minggu (29/11).
Sebagai contoh, ia menuturkan bahwa di Kabupaten Serang, terdapat 919 ruang kelas rusak dengan kategori sedang dan berat. data tersebut merupakan hasil olah data dari Dapodik. “Memang ada perbedaan data dengan yang dimiliki Dinas Pendidikan. Kalau di neraca pendidikan ruang kelas rusak itu sekitar 681 ruang kelas rusak. Sedangkan Dindik dalam laporan akhir tahun, ada sekitar 512 ruang kelas,” tuturnya.
Sementara jika dilihat dari RPJMD, pada 2021 seharusnya seluruh ruang kelas rusak sudah selesai direhabilitasi. Namun jika merujuk pada data yang ada, penyelesaian sekolah rusak tidak akan selesai pada 2021. “Kabupaten Serang sendiri tidak ada roadmap penyelesaian sekolah rusak di Kabupaten Serang. Meskipun ada di RPJMD. Kalau pada 2021 itu sebanyak 336 ruang kelas rusak direhabilitasi, berarti kalau data Dindik saja 512 masih rusak, itu ada sisa,” ucapnya.
Oleh karena itu, ia mendorong kepada pemerintah agar benar-benar berkomitmen dalam mewujudkan sekolah yang aman bagi peserta didik di Provinsi Banten. Setiap tahunnya, ia berharap ada peningkatan alokasi anggaran untuk rehabilitasi tersebut.
“Selanjutnya, perlu adanya tata kelola sekolah rusak yang baik. Artinya, harus ada perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan yang baik. Karena terus bertambahnya sekolah rusak akibat dari tata kelolanya yang tidak baik,” jelasnya.
Dari pelaksanaan pun, saat ini menggunakan metode pihak ketiga. Jika dulu masih menggunakan metode swakelola, pihak sekolah akan terus berlomba-loma melakukan perbaikan karena merasa memiliki sekolah tersebut.
“Sementara kalau kontraktuil, banyak dari pelaksanaan yang kami temukan itu tidak sesuai. Maka dari segi pengawasan pun harus benar-benar baik. Sehingga, masyarakat dan dewan pun harus benar-benar konsen dalam melakukan pengawasan. Karena kalau hanya konsultan, itu kurang,” tegasnya.
Dengan adanya tata kelola yang baik, Amin menerangkan bahwa potensi bertambahnya sekolah rusak di Provinsi Banten pun akan semakin kecil. Sebab, dari segi perencanaan sampai pengawasan akan sesuai dengan yang diharapkan. Tidak ada lagi sekolah yang dalam dua sampai tiga tahun, sudah kembali rusak.
Terakhir, Amin meminta kepada pemerintah untuk berani mengalokasikan anggaran lebih dari 20 persen, untuk mengakomodir rehabilitasi sekolah rusak. Karena jika masih berkutat pada 20 persen sesuai aturan Sisdiknas, maka persoalan sekolah rusak akan sulit diselesaikan.
“Misalkan di Kabupaten Serang. Dari 20 persen anggaran, justru untuk rehabilitasi sekolah hanya 0.8 persen untuk rehabilitasi. Padahal kalau mau selesai, minimal 14 persen dari 20 persen anggaran pendidikan, untuk rehabilitasi. Maka pemerintah harus berani mengalokasikan anggaran lebih untuk perbaikan sekolah rusak,” tandasnya.
Sumber : Satelit News
No comment yet, add your voice below!