Ironi Hardiknas di Banten

Tepat pada tanggal 2 Mei kemarin peringatan sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di seluruh wilayah di Indonesia, tidak terkecuali di Provinsi Banten. Pada peringatan Hardiknas tahun ini, potret pendidikan di Provinsi Banten menuai sorotan dari berbagai pihak, lantaran dinilai memprihatinkan.

Salah satu penilaiannya adalah Angka Partisipasi Sekolah (APS) yang selalu mengalami penurunan, baik di tingkat Provinsi Banten maupun di tingkat daerah. Bahkan menurut penuturan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten Tabrani, APS Provinsi Banten jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan data nasional.

Disebutkan bahwa APS Provinsi Banten berada di kisaran angka 69,73 persen sementara data nasional berada di kisaran angka sekitar 72 persenan.

Tabrani menjelaskan, penyebab dari rendahnya APS di Provinsi Banten adalah karena minat masyarakat terhadap sekolah formal begitu rendah. Selain itu, penyebab lain dari rendahnya angka tersebut dikarenakan daya jangkau masyarakat terhadap fasilitas sekolah yang ada begitu rendah.

“Bisa jadi ada masyarakat yang mungkin lebih mengutamakan pendidikan di pondok-pondok pesantren yang tidak dibarengi dengan pendidikan formal, bisa jadi itu,” kata Kepala Dindikbud Provinsi Banten pada Rabu (3/5) lalu.

“Yang kedua, mungkin daya jangkau sekolah yang mungkin jauh, masyarakat bisa jadi masyarakat jauh untuk menjangkau ke tempat-tempat pendidikan. Itu sedang kita telusuri,” imbuhnya.

Sementara itu di sisi lain, salah satu Organisasi Non Pemerintahan di Banten, PATTIRO Banten juga turut menyoroti rendahnya data APS. PATTIRO Banten menggunakan data APS sebagai indikator untuk menilai kualitas pendidikan di Provinsi Banten. Melihat data tersebut di setiap tahunnya selalu mengalami penurunan, mereka menilai kualitas di Banten memperihatinkan.

“Di Provinsi Banten, potret pendidikan masih memprihatinkan. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa indikator yang menggambarkan bahwa keberpihakan pemerintah terhadap maju dan berkembangannya pendidikan belum masksimal. Seperti angka partisipasi sekolah (APS) pada umur 7-12 tahun masih rendah dibawah rata-rata nasional,” ungkap PATTIRO Banten dalam keterangan resminya pada Kamis (4/5).

See also  Kontroversi Penanganan Inflasi oleh Pj Walikota Serang

PATTIRO Banten menyoroti fasilitas infrastruktur sekolah di Banten khusunya di Kabupaten Serang yang dinilai kondisinya sangat memperihatinkan.

Jika menurut Dindikbud Provinsi Banten penyebab rendahnya APS itu dikarenakan lemahnya daya jangkau masyarakat terhadap fasilitas sekolah, namun PATTIRO Banten menduga penyebab lain dari rendahnya angka APS adalah karena infrastruktur sekolah yang buruk.

“Potret lainnya, kondisi infrastruktur sekolah yang tidak layak. Juga banyak fasilitas sekolah memprihatinkan. Misalnya sekolah ambruk dan tak beratap hingga kekurangan ruang kelas. Data tersebut memperlihatkan dugaan turunnya angka partisipasi sekolah di Banten, disebabkan kondisi sarana dan prasarana yang masih tidak aman dan nyaman untuk anak-anak bersekolah,” imbuhnya.

Berbicara soal sekolah rusak, menurut data Neraca Pendidikan Daerah (NPD) Provinsi Banten pada 2021, jumlah sekolah rusak ringan masih terbilang tinggi. Dari data yang terhimpun ada sekitar 47.559 unit, dengan rincian 8.170 unit ruang kelas PAUD, 23.004 unit ruang kelas SD, 8.325 unit ruang kelas SMP, 3.035 unit SMA, 4.579 unit ruang kelas SMK, dan 446 unit ruang kelas SLB.

Namun sayang, data terkini seputar kondisi ruang kelas di Provinsi Banten belum juga diperbaharui datanya hingga saat ini. Hal itulah yang kemudian juga turut menjadi sorotan PATTIRO Banten.

“Data pokok pendidikan (Dapodik) dalam menunjukkan kondisi ruang kelas tidak update. Hasil uji petik yang dilakukan tercatat pada dapodik masih ada data lama sekolah dengan kondisi ruang kelas rusak, sedangkan kondisi sekolah saat ini sudah baik. Hal ini akan membuat bias perencanaan dan penganggaran dalam membangun ruang kelas jika memakai dapodik.

Kendati demikian, ada sisi lain yang sekiranya patut untuk diapresiasi atas kinerja Pemprov Banten yang dalam hal ini adalah Dindikbud Provinsi Banten perihal penuntasan angka putus sekolah.

See also  Pembangunan Pagar DPRD Banten Jauh dari Kesejahteraan Rakyat

Dari data yang ada yakni 2020-2021, angka putus sekolah di Provinsi Banten berhasil ditekan di berbagai jenjang pendidikan. Seperti pada jenjang pendidikan SMA yang pada 2020 tercatat angka putus sekolah sebanyak 645 siswa, di tahun 2021 angkanya menurun sebesar 43 persen menjadi 366 siswa.

Menanggapi perihal penurunan data putus sekolah yang menurun, anggota Komisi V DPRD Provinsi Banten Dede Rohana Putra. Bahkan menurut penuturannya, kini masalah angka putus sekolah di Banten tidak lagi menjadi isu yang begitu signifikan, lantaran berhasil ditekan.

“Angka putus sekolahnya juga cukup rendah ya kalau untuk sampai SMA itu udah baik sebenarnya di kita itu di Provinsi Banten. Cuma memang angka detailnya berapa orang, teman dinas yang tahu di mana, di kabupaten mana. Tapi selama ini, kita rakor-rakor tidak menjadi isu karena angka partisipasi sekolah SMA, SMK, atau sederajat di Provinsi Banten cukup baik, ya,” jelasnya.

Sayangnya, sama halnya seperti data sekolah rusak, data terbaru seputar angka putus sekolah juga tidak tersedia di Data Pokok Pendidikan (Dapodik) maupun Neraca Pendidikan Daerah (NPD) Provinsi Banten, hal itu tentunya menyulitkan bagi masyarakat untuk mengetahui perkembangan terkini pendidikan di daerahnya.

Sumber : Banpos

Recommended Posts

No comment yet, add your voice below!


Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.