Inisiatif Penerapan Omnibus Law Daerah Di Provinsi Banten

Sebanyak 238 peraturan daerah (Perda) di Pemprov Banten dianggap tidak relevan dan efektif. Sebab itu, ratusan perda tersebut diusulkan untuk dicabut dalam rangka simplifikasi peraturan. Perda-perda tersebut dianggap tidak sesuai dengan kewenangan dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang terbaru. Kemudian ada juga Perda yang muatan materinya masuk kategori tetap, rutinitas dan dinamis. Data ini mengkonfirmasi bahwa harmonisasi dan singkronisasi perda kita masih sangat rendah. Paling tidak ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal ini terjadi, diantaranya: tidak cermat dalam penentuan judul perda yang akan masuk Prolegda, lemahnya partisipasi masyarakat dan proses pembentukan yang tidak memperhatikan beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan terkait dan kurangnya monitoring Perda sesuai dengan perkembangan dalam penyelenggaraan pemerintah.

Lebih lanjut bahwa dalam pembentukan Perda, selain untuk penyelenggaraan otonomi daerah juga terdapat perintah melaksanakan lebih lanjut ketentuan undang-undang. Dalam konteks pelaksanaan lebih lanjut ketentuan undang-undang ini, metode Omnibus Law dapat digunakan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan terlebih lagi perda yang dibentuk menyangkut dengan subtansi undang-undang yang dibuat dengan metode Omnibus Law, misalnya: Pengarusutamaan Gender dan Disabilitas merupakan afirmasi yang harus ada di setiap peraturan daerah dan bukan merupakan peraturan daerah tersendiri karena keterkaitannya untuk maslahat setiap sektor penyelenggaraan dan pembangunan daerah. Baik dalam urusan pelayanan dasar maupun urusan lain sesuai dengan kewenangan harus mengafirmasi Pengarusutamaan gender dan disabilitas didalamnya.

Metode Omnibus Law untuk Penyusunan Perda juga dapat menghemat anggaran, karena biaya penyusunan 1 Perda memerlukan biaya yang tinggi. Demikian juga kewajiban menyusun Perda tertentu agar ada pengalokasikan anggaran. Pengalokasian anggaran tidak selalu berkorelasi dengan kewajiban menyusun Perda. Adapun Perda wajib diterbitkan harus memiliki fungsi delegatif dan kearifan lokal daerah.

See also  Merayakan HUT Kabupaten Serang ke-498: Pencapaian dan Tantangan dalam Pembangunan Daerah

Dasar dari metode Omnibus Law dalam pembentukan Peraturan Daerah adalah secara konstitusional untuk mengadopsi dan menggunakan diluar kebiasaan sistem civil law digunakan dalam pembentukan peraturan daerah. Ditambah lagi saat ini, praktik pembentukan peraturan perundang-undangan dengan menggunakan metode Omnibus Law telah diterapkan di Indonesia, sehingga membuka peluang yang sangat besar metode ini diterapkan dalam pembentukan perda.

Pembentukan peraturan daerah didasarkan atas beberapa hal, yakni: pertama, Perda dibentuk atas dasar perintah undang-undang. Kedua, Perda dibentuk dalam rangka menjabarkan lebih lanjut ketentuan undang – undang. Dan ketiga, Perda dibentuk atas penyelenggaraan otonomi daerah atau kebutuhan daerah. Ketiga hal ini menjadi dasar pembentukan perda sesuai dengan amanat Undang – Undang Nomor 12 tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2019.

Secara konstitusional, diatur mengenai kewenangan daerah untuk membentuk peraturan daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah.Pasal 18 Ayat (2) UUD Tahun 1945 menegaskan “Pemerintahan Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten, dan Kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”. Kemudian dalam ketentuan Pasal 18 Ayat (6) kembali ditegaskan mengenai wewenang daerah dalam membentuk peraturan daerah “pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”.

Pasal 16 Ayat (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang perubahan atas peraturan menteri dalam negeri nomor 80 tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah menegaskan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan Propemperda Provinsi diatur dengan Perda Provinsi Pendelegasian pembentukan Perda tentang tata cara perencanaan penyusunan Propemperda merupakan justifikasi atas hipotesis bahwa regulasi yang dibentuk oleh pemerintah pusat belum memadai dijadikan pedoman bagi pemerintah daerah dan DPRD dalam menyusun Propemperda.

See also  Potret Buram Ulang Tahun Banten Ke-21 (Bagian: 1)

Konsekuensi dari pelaksanaan prinsip otonomi daerah, yang kemudian membagi kewenangan pemerintah dengan pemerintah daerah, bersamaan pula dengan pembagian atas wewenang mengurus segala urusan yang wajib maupun pilihan. Kewenangan daerah terjabarkan secara komprehensif dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Layaknya fungsi setiap instrumen hukum, Perda juga memiliki fungsi, yakni: pertama, sebagai instrument hukum dalam menjalankan otonomi daerah. Kedua, sebagai peraturan pelaksana dari undang-undang. Ketiga, sebagai pengaturan dan penampung kekhususan daerah. Dan keempat, sebagai instrumen pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah.

Berdasarkan ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 Perda merupakan jenis peraturan yang berada dilevel terendah dalam sistem hirarki peraturan perundang- undangan, sehingga membuat lingkup materi muatan cukup banyak akan tetapi fleksibilitas yang terbatas dikarenakan harus sejalan dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di atasnya.

Recommended Posts

No comment yet, add your voice below!


Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.