Sejumlah organisasi masyarakat sipil dan para aktivis yang tergabung dalam Freedom of Information Network Indonesia (FOINI) menyesalkan buruknya keterbukaan informasi penyusunan RUU Cipta Kerja yang telah disahkan menjadi UU Cipta Kerja.
Kejar tayang yang dilakukan Pemerintah dan DPR telah mereduksi ruang partisipasi publik, terlebih lagi hak masyarakat atas informasi publik yang utuh, cepat, dan akurat.
Presiden dan Pimpinan DPR harus bertanggung jawab atas kondisi yang disebabkan oleh buruknya praktik keterbukaan informasi publik tersebut.
Berbagai disinformasi mengenai substansi dari undang-undang ini dan tuduhan hoax sebagaimana disampaikan Presiden merupakan dampak dari buruknya keterbukaan informasi penyusunan UU Cipta Kerja.
Pemerintah dan DPR seharusnya sadar bahwa UU Cipta Kerja menyangkut hajat hidup orang banyak, bahkan menyangkut banyak sektor kehidupan, bukan sekadar memenuhi target penyusunan UU.
Berdasarkan penelusuran pada situs web DPR, DPR hanya mengumumkan 58 kali rapat pembahasan UU Cipta Kerja. Padahal, sebelumnya Ketua Baleg DPR, Supratman Ali Atgas, mengatakan terdapat 64 kali rapat yang dilakukan DPR, terdiri dari 2 kali rapat kerja, 56 kali rapat Panja, dan 6 kali rapat dengan tim perumus. Artinya, ada 6 kali rapat yang tidak dipublikasikan hasilnya.
Alih-alih memperbaiki kesalahannya, negara melalui aparatnya justru melakukan tindakan-tindakan represif terhadap warga atas tuduhan hoax. Padahal, semua ini terjadi karena kelalaian Pemerintah dan DPR sendiri dalam memenuhi hak atas informasi bagi publik secara tepat.
Tentu lain persoalannya, jika Pemerintah dan DPR telah mengumumkan kepada publik naskah UU Cipta Kerja yang telah mereka putuskan dalam Sidang Paripurna beberapa hari lalu (5/10/2020).
Presiden dan DPR telah melanggar sejumlah ketentuan mengenai jaminan dan pemenuhan hak atas informasi. Pasal 28 F UUD Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”
Selain itu, Pasal 7 ayat (2) UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menyatakan bahwa “Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan.”
Tak hanya itu, DPR dan pemerintah seharusnya menjalankan amanat Pasal 88 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang menyatakan bahwa “Penyebarluasan dilakukan oleh DPR dan Pemerintah sejak penyusunan Prolegnas, penyusunan Rancangan Undang-Undang, pembahasan Rancangan Undang-Undang, hingga Pengundangan Undang-Undang”.
Publikasi UU yang sudah disahkan juga diatur pada Pasal 7 Peraturan DPR No. 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib yang menyatakan bahwa DPR RI bertugas menyebarluaskan UU yang telah disahkan. Oleh karena itu, FOINI menuntut tanggung jawab Presiden dan Pimpinan DPR untuk:
(1) Mengumumkan segera UU Cipta Kerja secara luas kepada publik sebagai kewajiban konstitusi dan undang undang, termasuk mencegah dampak kerugian yang lebih lanjut bagi masyarakat;
(2) Membuka ke publik semua informasi yang terkait dengan penyusunan UU Cipta Kerja, antara lain: laporan singkat, catatan rapat, daftar inventarisasi masalah, pandangan fraksi, dan risalah rapat penyusunan RUU Cipta Kerja, maksimal 12 Oktober 2020 mengingat keterlambatan informasi tersebut telah memicu terganggunya ketertiban umum; dan
(3) Meminta aparat untuk segera menghentikan tindakan-tindakan represif terhadap masyarakat yang dituduh telah menyampaikan informasi menyesatkan.
NARAHUBUNG:
Arif Adiputro 08587-7851-635
Kisran Makati 0852-1535-529
Taufik 0853-6343-0444
FOINI:
Organisasi:
- Indonesian Parliamentary Center
- Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia
- Indonesian Center for Environmental Law (ICEL)
- Transparency International Indonesia
- Perkumpulan Inisiatif
- Indonesia Corruption Watch (ICW)
- FITRA Riau
- PLH Kalimantan Utara
- FITRA SUMUT
- GeRAK Aceh
- Gemawan Kalimantan Barat
- PUSaKO FH Univ Andalas
- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)
- Perkumpulan Idea
- SOMASI-NTB
- PWYP Indonesia
- PATTIRO BANTEN
- YAPPIKA-ActionAid
- PATTIRO Serang
- PUSPAHAM SULTRA
- FITRA Jatim
- SEKNAS FITRA
- YASMIB Sulawesi
- PATTIRO Semarang
- LRC-KJHAM
- KRPK Jawa Timur
- PATTIRO
- Kopel Indonesia
Individu:
- Desiana Samosir
- Dessy Eko Prayitno
- Anang Zubaidy
- Muhammad Maulana
- Danardono Siradjudin
- Nanda Sihombing